Postingan ini akan secara sekilas membahas kajian farmakoekonomi tentang kanker serviks di Indonesia. Kanker jenis ini merupakan kanker nomer dua yang paling umum terjadi pada wanita di Indonesia. Tingkat kejadian kanker serviks dan tingkat kematian berdasar usia per 100.000 wanita pada tahun 2012 secara berturut-turut 17,3 dan 8,1. Permulaan panjang dalam perkemabangan kanker serviks memungkinkan penerapan skrining serviks guna mencegah dan mengontrol kanker serviks. Walaupun sensitivitas yang sangat kurang dalam skrining inspeksi visual dengan asam asetat (VIA), ini merupakan strategi skrining yang paling banyak direkomendasikan di negara-negara dengan keterbatasan sumber daya. Program skrining VIA yang dijalankan dengan baik secara jelas menurunkan beban kanker serviks dengan biaya yang relatif rendah. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia meluncurkan program kontrol kanker serviks pada tahun 2007 dan memulai kampanye yang merekomendasikan skrining VIA untuk seluruh wanita yang rentan. Namun, beberapa kajian melaporkan beragam halangan dalam implementasi program ini seperti cakupan skrining yang terbatas, kualitas pelayanan yang buruk, dan ditambah kinerja krioterapi yang buruk.
kanker serviks
Sebagai tambahan untuk program skrining, pengenalan vaksinasi papillomavirus manusia (HPV) profilaktik pada gadis terhadap dua jenis HPV risiko tinggi (16 dan 18) yang menjadi penyebab dari sebagian besar kasus perkembangan kanker serviks, memberikan pencegahan utama dalam kanker serviks. Tersedia dua vaksin HPV di pasaran, dan kemanjurannya terhadap infeksi HPV dan neoplasma intraepithelial serviks telah ditunjukkan dalam beragam percobaan klinis. Selain kemanjuran dan keamanan vaksin, budget nasional yang tersedia untuk vaksin dan keterjangkauan menghadirkan pertimbangan utama lainnya bagi sebuah negara untuk mengimplementasikan sebuah program vaksinasi. Meskipun keefektifan biaya dalam vaksinasi HPV telah terbukti dalam banyak kajian, hasil temuan tersebut belum dapat diterapkan di Indonesia karena banyak perbedaan dalam profil klinis, karakteristik pasien dan populasi, serta sistem perlindungan kesehatan dibandingkan dengan negara-negara lainnya.
Kajian Farmakoekonomi
Walaupun sebuah sistem asuransi kesehatan baru telah diimplementasikan sedari 2014 di Indonesia, kajian farmakoekonomi belum dimasukkan sebagai sebuah kriteria ke dalam proses pengambilan keputusan. Namun, kajian mengenai utilitas biaya dalam pencegahan kanker serviks dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi para pengambil keputusan untuk mendesain strategi yang paling efektif biaya guna mengurangi beban klinis dan ekonomi untuk penyakit yang berkaitan dengan HPV yang diderita oleh para perempuan Indonesia, dalam keadaan budget yang terbatas. Tujuan utama dari kajian ini adalah untuk menggambarkan biaya, keuntungan klinis, dan utilitas biaya untuk skrining inspeksi visual dengan asam asetat (VIA) saja dan vaksinasi papillomavirus manusia (HPV) sebagai tambahan untuk skrining VIA di Indonesia. Untuk mengimplementasikan temuan dari kajian ini, kami menerapkan ambang batas dari WHO mengenai efektivitas biaya dalam program imunisasi.
—
Potongan artikel ini diterjemahkan oleh Dian Translation. Silakan hubungi kami jika ingin menerjemahkan dokumen Anda.
Leave a Reply